Ahlan wasahlan.. di blognya Setyo

Renungan

Hal-Hal yang Dapat Memalingkan Kebenaran

Bismillah,

Allah menciptakan hamba Nya diatas dasar fithrah, hakekat fithrah itu adalah mencari kebenaran, mencintai kebenaran, menginginkan kebenaran, dan mengutamakan kebenaran.

Demikianlah sebagaimana hati yang sehat, yakni hati yang selalu mencintai kebenaran, mencari kebenaran, menginginkan kebenaran dan lebih mengutamakan kebenaran.

Kemudian hal-hal yang dapat memalingkan dari kebenaran diantaranya adalah taqlid (pengekor) dan ashobiyah (fanatik golongan).

  1. Taqlid

Bahaya taqlid sebagaimana yang di firmankan Allah

 

“Dan mereka berkata: “Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar Kami, lalu mereka menyesatkan Kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan Kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”.

(QS. Al-Ahzab 67-68)

 

Betapa sakit hatinya orang yang hanya taqlid, ia sakit hati kepada orang-orang yang ia ikuti agamanya, karena ia sekedar mengikuti pemimpin atau pembesarnya tanpa menimbang-nimbang dengan ilmu yang benar.

Orang yang hanya sekedar mengikuti tanpa mencari kebenaran dari Al-Qur’an dan sunnah sesuai pemahaman para salaf (generasi terdahulu yang Rasulullah hidup bersamanya dan mereka telah disebut sebagai sebaik-baik generasi) maka akan susah untuk mendapatkan fithrah, karena taqlid akan menutup-nutupi hatinya dari memperoleh kebenaran dan merusak fithrahnya.

 

  1. Ashobiyah

Fanatik terhadap golongan juga akan menutupi atau menghalangi seseorang untuk mendapatkan kebenaran dan merusak fithrah, sebagaimana yang di firmankan Allah ta’ala dalam kisah yahudi yang tidak mau menerima islam

 

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kepada Al Quran yang diturunkan Allah,” mereka berkata: “Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”. dan mereka kafir kepada Al Quran yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Quran itu adalah (Kitab) yang hak; yang membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: “Mengapa kamu dahulu membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?” (QS. Al-Baqarah : 91)

 

Mereka –orang yahudi tersebut- tidak mau menerima ajaran yang dibawa Rasulullah karena fanatik terhadap golongannya (“Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”), demikian juga pada zaman sekarang, betapa banyak orang yang tidak mau menerima kebenaran lantaran kebenaran itu datangnya bukan dari golongannya. (kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kelompok kami)

Ambil lah kebenaran walaupun ia datangnya dari musuh sunnah, dengan catatan hanya sekedar mengambil apa yang memang benar, yakni sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah dan bertanya kepada ahlinya.

Sebagaimana yang terjadi pada Imam Bukhari radhiyallahu ‘anhu ketika mendapat pelajaran dari syaitan tentang do’a-do’a, beliau tidak langsung menerimanya akan tetapi bertanya terlebih dahulu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baru ketika Rasulullah membenarkan, maka ia pun membenarkannya (apa yang diajarkan syaitan tadi) dan Rasulullah pun tetap memperingatkan bahwa ia –syaitan- adalah makhluq pendusta, hanya pada point ini saja (do’a yang diajarkan) ia berkata jujur –dengan kehendak Allah-

Sebagaimana taqlid, maka ashobiyah juga akan merusak fithrah manusia.

 

Diantara hal-hal yang menjadi penyebab berpalingnya seseorang dari kebenaran adalah

  1. Jeleknya tujuan, yakni buruknya niat. Oleh karena itu para Ulama senantiasa memperingatkan kepada kita untuk terus memperhatikan niat kita. karena segala perbuatan bergantung kepada niatnya.
  2. Kebodohan, dan inilah yang menjadi penyebab utama berpalingnya seseorang dari kebenaran. Ia tidak mau belajar, sehingga ia tidak tau ilmunya, ketika seseorang tidak tau ilmunya, maka apa yang ia amalkan pun akan menjadi rusak dan tidak bernilai.
  3. Kedzoliman
  4. Menempuh jalan yang tidak sesuai dengan petunjuk.

 

Demikianlah semoga Allah azza wajalla memberikan kepada kita taufiq dan hati yang fithrah agar kita berada dalam kebenaran. Karena sebaik-baik nikmat adalah ketika kita berada di jalan al-haq, yang mana Allah tidak memberinya kecuali kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya

Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala alihi washohbihi wasallam

 

(kajian ustadz Zaenul Arifin)

Dalam catatan “Kenalilah Agamamu”

Oleh Muryo Setyo

MPR, 19 Shafar 1434 H


Palestina oh Palestina

Jika di palestina sudah tidak bisa ditegakkan syi’ar islam, maka tentu hijrah jalannya. Rasulullah meninggalkan Makkah yang lebih mulia dari Palestina. Itu dilakukan beliau ketika di Makkah syi’ar Islam tidak bisa ditegakkan. dan nyawa terancam. Apakah sekarang keadaannya berbeda?!

Ketika Syaikh Al albani mengeluarkan fatwa hijrah bagi muslimin Palestina, para da’i IM (Ikhwanul Muslimin) ramai-ramnai menghujat beliau dan menghina dakwah salafi sebagai antek-antek Yahudi. Sebenarnya siapa yang “sayang” kepada Muslimin Palestina? Apakah ahlus sunnah yang menginginkan mereka tetap hidup kemudian berjuang dari luar mengambil Palestina seperti yang dilakukan Rasulullah?! Atau para IM yang “bahagia” dengan terus terbantainya kaum muslimin Palestina?! Kemudian penderitaan itu bisa mereka “jual”

untuk keperluan politik partai mereka. Mereka kemudian menampilkan diri sebagai kelompok yang “peduli” terhadap penderitaan muslim Plestina?!

Subhanallah. Makkah lebih afdol dari Palestina, tetapi ditinggalkan oleh Rasulullah. Tetapi sekarang yahudi sudah memblokir palestin. Mereka tidak bisa keluar dan dijadikan sandera. Subhanallah yang membutakan mata hati orang-orang ikhwanul muslimin dan yang sepemikiran dengan mereka. Ya Allah, tolonglah kaum muslimin palestina dan kaum muslimin seluruh dunia. Tiap tetesan darah mereka adalah tetesan darah kita. karena kita bersaudara.

copas dari status ustadz Muhammad Ali Ishmah Al-Maidany


kembali hadir

setelah beberapa pekan tidak hadir dan tidak update lagi (*tugas kuliah numpuk) huhu
maka bismillah kali ini akan kembali hadir lagi
dan bismillah, semakin semangat untuk menebarkan dakwah ilmiah di kampus UNY tercinta setelah adanya forum semanhaj tersebut
baarokallahu fiikum


RENUNGAN AKHIR TAHUN

Alhamdulillah wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala ‘aalihi wa shahbihi wassallam. Amma ba’du..

Saudaraku kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allah, sebentar lagi tahun 1433 Hijriyyah akan segera meninggalkan kita. Ini tandanya bahwa waktu hidup kita di dunia ini telah berkurang. Tahun demi tahun hidup kita telah kita jalani, tapi apakah telah kita manfaatkan semuanya untuk amal kebajikan, atau malah kita sia-siakan untuk dosa dan kemaksiatan?

Saudaraku…
Waktu adalah perkara yang sangat berharga bagi seorang muslim. Coba kita merenung sejenak, apabila kita kumpulkan harta-harta kita yang paling berharga, atau bahkan kita kumpulkan semua harta yang kita miliki, apakah kita dapat membeli waktu kita yang telah berlalu? Apakah dapat kita dapat mengulang tahun, bulan dan hari-hari kita yang telah berlalu? Jawabannya sekali-kali tidak!

Hari-hari yang kita jalani akan dimintai pertanggungjawabannya di sisi Allah kelak sebagaimana yang diriwayatkan di dalam Musnad Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن أربع: عن عمره فيم أفناه، وعن شبابه فيم أبلاه، و عن ماله من أين أكتسبه وفيم أنفقه، و عن علمه ماذا عمل فيه

“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat sebelum dia ditanya empat perkara: Tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya; Tentang masa mudanya, apa yang telah dilakukannya; Tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan di mana dia belanjakan; dan tentang ilmunya, apa yang telah ia amalkan.”

Ini menunjukkan bahwa waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Jangan sampai kita sia-siakan lagi wahai saudaraku yang dirahmati oleh Allah.

Sekarang marilah kita lihat, kita koreksi lagi tahun kita yang akan segera berlalu ini. Apakah telah kita isi dengan kebaikan atau kita isi dengan kesia-siaan?

Amirul Mu’minin ‘Umar bin Al Khattab pernah berucap,

حاسبوا أنفسكم قيل أن تحاسبوا وزنوا أعمالكم قبل أن توزن

“Hisab-lah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan timbanglah amalan-amalan kalian sebelum kelak amalan tersebut ditimbang”
Image
Apabila tahun ini telah kita penuhi dengan kebaikan, maka hendaknya kita berucap alhamdulillah, bersyukur kepada Allah dan berdoa agar diberi keistiqomahan untuk selalu berlomba di dalam kebaikan.

Namun apabila sebaliknya, maka hendaknya seorang muslim menyesal terhadap luputnya waktu-waktu berharga dan kesempatan yang terlewat, kemudian hendaknya dia bertaubat dan ber’azzam untuk memperbaiki dirinya di waktu-waktu yang akan datang.

Jangan sampai penyesalan tersebut datang terlambat wahai saudaraku…
Jangan sampai penyesalan tersebut datang ketika kematian telah datang menjemput.

Allah ta’ala berfirman,

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ (99) لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلَّا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

Sehingga di kala kematian telah tiba pada seorang di antara mereka, iapun berkatalah: “Wahai Rabb-ku, kembalikanlah aku ke dunia agar kudapat mengerjakan amalan yang baik yang telah aku tinggalkan”. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya perkataan itu hanyalah sekedar yang dapat ia ucapkan. Di hadapan mereka ada barzakh, dinding yang membatasi sampai hari mereka dibangkitkan (Al Mu’minun: 99-100)

Semoga yang sedikit ini bisa menjadi pengingat bagi kita semua. Wallahu a’lam bisshawab.

Oleh : Sahabatku Penuntut Ilmu Darul Hadits Syihr, Hadramaut, Yaman. Semoga Allah merahmatinya.
dari sahabatku Muhammad At Tawakkili